Aku Masih Anak Sekolah…Satu…

Day 26 — #30DaysWritingChallenge

Shubhi Rofiddinsa
2 min readNov 15, 2020
Image by Maike und Björn Bröskamp from Pixabay

Sebagai sekolah yang selalu berubah sesuai dengan zamannya, secara nggak langsung, kita udah mulai luwes dengan cara memandang pertemanan dan mungkin bakalan lebih segmented.

SMA? SMP? SD? Taman Kanak-Kanak? Playgroup? PAUD? (yak sebut teruss…) Nggak lah, pokoknya disuruhnya nulis tentang sekolahan gue. Masalahnya umur gue bukan umur anak sekolahan lagi, sementara mau flashback ke masa-masa sekolah udah lumayan sering disinggung juga. Menganggap Jerman sebagai “sekolah” gue selama delapan tahun terakhir ini? Yeah, right, nggak usah.

Gue telat beberapa jam untuk tantangan ini, tapi ya udah keburu “kecebur” duluan, yaudah lanjut. Sekolahan yang akan gue tulis di sini mungkin lebih ke informal kali ya, yang gue dapet di luar dunia akademisi, baik pas masih zaman sekolahan, atau pas kuliah kayak sekarang.

Sebenernya dari jaman SD sampai kuliah, bahkan sampai ke pekerjaan, udah pasti (rata-rata) lo akan menghabiskan waktu dengan lingkungan dan juga teman-teman lo. Kata kuncinya udah dapet lah ya harusnya untuk tulisan hari ini. Iya, pertemanan adalah “sekolah” informal yang rasanya tidak akan pernah ada habisnya.

Sekolahan ini bisa dibilang adalah emulasi atau perumpamaan dunia di luar sekolahan yang sebenarnya terlindungi. Seringkali terkadang dunia ini saking deketnya, bisa jadi mimpi buruk buat sebagian.

Mimpi buruknya bisa bermacem-macem, sih. Dari sekedar dijauhin karena nggak punya interest yang sama, sampai emang sering bermasalah dengan grup atau gang teman-teman yang terkadang bisa memperparah mimpi buruknya.

Sebagai sekolah yang selalu berubah sesuai dengan zamannya, secara nggak langsung, kita udah mulai luwes dengan cara memandang pertemanan dan mungkin bakalan lebih segmented. Singkatnya, lingkaran pertemanan memang mengecil seiring dengan efek yang ditimbulkan dari bertambahnya umur juga.

Padahal lingkaran mengecil bukan berarti jumlah temen makin dikit sih. Iya, secara nggak langsung kita bakalan membedakan pendekatan kita ke beberapa segmen ini.

Buat sebagian, mungkin ini terkesan, “ah berteman kok milih-milih. Sombong amat!”. Tapi, orang-orang yang lo bilang temen itupun juga pasti punya lingkaran pertemanannya masing-masing. Nggak usah egois.

Hal-hal kayak pertemanan dan juga pelajaran yang bisa diambil dari sana-lah yang nggak akan bisa didapat pas gue lagi di sekolahan, duduk di kursi kayu yang banyak coretan tip-ex, sambil dengerin ajaran gurunya. It’s not a safe space, but friendship teaches you more about the life itself, even if you are still clueless.

-SR

--

--

Shubhi Rofiddinsa
Shubhi Rofiddinsa

Written by Shubhi Rofiddinsa

Conveniently Mundane. Voice behind Tepak Bulu.

No responses yet